just cross my mind
Friday

Speedy


Burung rajawali yang digambarkan sebagai burung yang begitu perkasa ternyata sering melakukan kesalahan dalam berburu mangsanya. Kecepatannya dalam memburu mangsanya bukanlah jaminan pasti mendapatkan mangsanya. Ketika mangsanya bergerak tidak sesuai dengan yang diperkirakannya, seperti mendadak berhenti berlari atau berlari menuju ketinggian, maka burung rajawali akan kesulitan menyesuaikan kecepatannya sehingga selain akan tidak mendapatkan mangsanya juga akan mengalami kecelakaan pada dirinya.
 
Saya teringat ungkapan bahwa kekristenan kita seperti anak panah yang melesat menuju sasaran. Ya kita memang berbeda dengan burung rajawali, kita mempunyai sasaran yang pasti yaitu menuju kepada JC, so kita tidak akan mempunyai masalah seperti burung rajawali. Tapi permasalahan kita adalah kita yang sering merubah-rubah sendiri sasaran kita, kita sering lupa bahwa kita sedang dalam "melesat". Saya jadi ingat peristiwa motor menabrak orang, seharusnya motor bisa menghindari hal ini. Tapi situasi yang terjadi waktu itu adalah orang tersebut memang sedang memungut sesuatu di tengah jalan yang sedang sepi dan mendadak panik ketika mengetahui ada motor melesat kencang, sehingga orang itu panik dan mundur maju pergerakannya. Demikian juga pengendara motor kaget , tidak menyangka ada orang di tengah jalan, sehingga harus mampu mengendalikan kecepatannya, tapi gagal sehingga menabrak orang itu.
 
Coba kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Alkitab. Memang benar begitu banyak mujizat yang bisa mempercepat kita melihat kasih di dalam Tuhan. Tapi kita harus jujur juga bahwa di dalam Alkitab tidak hanya menceritakan mujizat, tapi juga menceritakan bagaimana manusia yang penuh dengan kedegilan, kebodohan, kelemahan dan lain sebagainya yang bisa kita ringkas dalam satu kata yaitu "sifat manusiawi". Kita ingat bagaimana Petrus menyangkal JC ketika JC ditangkap, bukankan saat itu Petrus sedang "melesat" di dalam pelayanannya kepada JC, mungkin sama seperti kita saat ini berkata saya seperti anak panah yang sedang melesat kepada JC. Lalu kenapa Petrus bisa menyangkali JC? Petrus tidak menyangka bahwa JC bisa ditangkap dan disiksa. Entah apakah Petrus ketakutan atau kecewa karena dia berpikir JC seharusnya mampu melepaskan diri dengan kekuatanNya, tapi yang jelas Petrus merubah targetnya sendiri. Petrus sedang dalam "melesat", dia harus cepat memilih ditangkap bersama JC atau menyangkalNya.
 
Tuhan tidak sedang "melesat" dalam pelayananNya, sehingga Tuhan harus menjadi manusia terlebih dahulu, kemudian di salib, lalu bangkit, semuanya berjalan secara alami tidak dipercepat, karena Tuhan tidak terpengaruh oleh waktu. Yang terpenting bagi Tuhan adalah caraNya terlaksana dengan baik sehingga bermanfaat bagi UmatNya. Permasalahan seorang pembalap dengan kita yang bukan pembalap adalah sama, yaitu harus memilih. Perbedaannya hanyalah terletak pada "kecepatan". Pembalap sudah dipersiapkan target dan lingkungan yang mendukung, sedangkan kekristenan kita juga sudah mempunyai target tapi dengan lingkungan yang belum mendukung. Jika kita memang begitu rindu dengan JC dan ingin memberikan yang terbaik buat Tuhan di dalam kehidupan kita yang singkat ini, sehingga kita ingin "melesat" di dalam Tuhan, maka alangkah baiknya kita mempersiapkan lingkungan yang mendukung, yaitu salah satunya adalah mengenali diri kita sendiri. Bukankah seorang jagoan pembalap sekalipun juga harus uji coba lingkungan yang sudah dipersiapkan. Kita harus mengenali diri sendiri dengan menguji coba juga, janganlah memaksakan menjadi pribadi yang lain jika kita sudah berusaha tapi tidak bisa, meskipun itu pribadi yang baik sekalipun. JC mengenali pribadi kita lebih dari kita mengenali diri kita sendiri. Dan itulah sebabnya JC rela mati di kayu salib dan bangkit, supaya JC berada dan beracara di dalam kita.. Mengapa kita harus meniru supaya bisa cepat terlihat rohani, jika kita bisa melatih pribadi kita menjadi pribadi yang luar biasa di dalam JC? Practice makes perfect.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!


| 11:54:00 PM





Penabur




Kita sering mendengar hukum tabur tuai, yaitu apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Sehingga kita berlomba-lomba menabur kebaikan dan kebenaran firman Tuhan agar memperoleh tuaian yang baik, karena kita rindu semua orang merasakan sukacita yang kita rasakan dalam hidup bersama JC.




Namun dalam menabur, banyak hal yang harus kita perhatikan, agar kita bisa menghasilkan tuaian yang baik. Ada baiknya jika kita mempelajari keadaan-keadaan yang bisa saja terjadi melalui perumpamaan JC tentang hal menabur (Matius 13), yaitu :




Yang pertama, taburan firman Tuhan jatuh di pinggir jalan, orang mendengarnya tapi tidak mengerti. "Tidak mengerti" disini adalah artinya orang itu tidak mengerti bahwa firman Tuhan itu harus dilakukan, mereka hanya menganggapnya sebagai kata-kata yang baik untuk diucapkan. JC mengatakan bahwa yang terjadi disini ialah burung memakan benih-benih itu. Ketika kita begitu bersemangat dan begitu banyak yang ingin kita taburkan kita jadi kewalahan sendiri, sehingga benih-benih itu terjatuh di tempat sembarangan. Kita lebih terfokus kepada quantity jiwa yang mendengar bukan quality jiwa yang mendengar. Jika saja kita sadar bahwa satu benih saja itu sangat besar manfaatnya, tentu kita tidak akan sembarangan menaburnya. Mari kita fokus kepada hal yang Tuhan mau percayakan kepada kita, meskipun itu kecil.




Yang kedua, taburan firman Tuhan jatuh di tanah yang berbatu-batu, orang yang mendengarnya dan menerimanya dengan sukacita, ya hanya hal-hal dari firman Tuhan yang mendatangkan sukacita saja yang mereka mau dengar. JC mengatakan bahwa yang terjadi disini ialah tanahnya sedikit sekali sehingga tidak berakar. Ketidak sabaran kita dalam menabur kadang membuat kita terjebak untuk "memodifikasi" benih bertumbuh dengan tanah yang sedikit, kita dibuat harus mengikuti "selera pasar dunia" baik secara perorangan ataupun kelompok, yang tidak mau bertumbuh sungguh-sungguh di dalam JC. Benih hanya menjadi "bonsai" yang buahnya pun kecil sekali. Kita "mengatur" pertumbuhan benih itu, sehingga benih hanya untuk bertumbuh menjadi pohon hiasan kerohanian kita. Ada rencana yang terbaik dan terindah dari Tuhan melalui firman Tuhan, mari kita mendukungnya 100%, biarlah firman Tuhan itu yang mengubah kita, bukan sebaliknya.




Yang ketiga, taburan firman Tuhan jatuh di semak duri, orang yang mendengarnya dan menerimanya sebagai salah satu pilihan untuk menjalani hidup, bukan pilihan utama. JC mengatakan bahwa yang terjadi disini adalah semak duri itu semakin membesar. Adalah tidak baik jika kita menanam benih berdekatan dengan tanaman lain, karena akar-akar akan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Dengan kata lain kekuatan iman setiap orang tidaklah sama. Bahkan JC pun berkata cukup memakai standar yang kecil dalam beriman, maka itu sudah hal luar biasa bagi manusia, apalagi di jaman sekarang begitu banyak godaan (pilihan/akar lain). Karena itu ada baiknya kita juga mengenali orang yang kita tabur, mungkin kita bisa saling membantu dalam pertumbuhan imannya.




Yang keempat, taburan firman Tuhan di tanah yang baik, orang yang mendengar firman itu dan mengerti. JC mengatakan bahwa yang terjadi disini adalah orang itu mengerti firman Tuhan dan melakukan firman Tuhan tersebut terus menerus sehingga berbuah banyak. Tujuan utama disini adalah berbuah banyak, kita harus "menularkan" keinginan untuk berbuah banyak itu melalui hasil buah-buah perbuatan kita sendiri. Sama seperti kita mengagumi kasih dan kebaikan JC kepada kita.




Dalam Pengkhotbah 11: 6 dikatakan menaburlah di pagi hari dan janganlah mengistirahatkan tanganmu di petang hari karena kita tidak tahu apakah yang kita tabur itu akan menghasilkan yang baik. Jadilah Penabur yang baik.


| 8:12:00 PM




Tuesday

My Flesh





Dalam Yohanes 6 : 66 dikatakan murid-murid JC banyak yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti JC. Entah disengaja atau tidak, apakah ada hubungannya dengan angka 666 pada ayat Yohanes itu? Tapi yang pasti adalah JC telah berkata sesuatu hal yang terasa keras bagi murid-murid JC pada waktu itu. JC berkata bahwa makanlah dagingKu dan minum darahKu. Siapa yang tidak terkejut mendengar hal ini, apalagi JC melanjutkan perkataannya dengan berkata bahwa dagingKu adalah benar-benar makanan dan darahKu adalah benar-benar minuman. Doh!



Sangatlah sulit bagi kita untuk mencerna perkataan itu, lalu mengapa JC berkata seperti itu? Tidakkah akan menggoncang iman murid-murid JC yang baru seumur jagung pada waktu itu? JC menyadari hal itu, tapi JC tetap mengatakannya karena bukan kita yang memilih JC, Bapa yang di sorga lah yang memilih kita untuk diselamatkan. Bersyukurlah jika saat ini kita tidak termasuk di dalam ayat Yohanes 6:66.




Kita tentu ingat peristiwa Thomas yang tidak percaya ketika melihat JC bangkit, lalu JC menunjukkan tanganNya yang berlubang dan lambungnya yang pernah ditusuk, sambil berkata JC bukan hantu yang tidak ada daging dan tulangnya. Pada saat itu JC sudah bangkit dari kuburNya, dan JC sudah berubah dalam tubuh kemuliaanNya untuk kembali ke sorga. Pernahkah kita memperhatikan bahwa JC tidak menghilangkan bekas-bekas pada tubuhNya akibat penyalibanNya itu? Bukankah lebih baik jika JC pada saat berubah menjadi tubuh kemuliaanNya maka semuanya jadi sempurna kembali? Tapi JC tidak menghapus lubang di tanganNya, serta bilur-bilurNya.




Ketika banyak orang-orang Yahudi membandingkanNya dengan roti manna, maka JC dengan tegas menjawab JC lah roti yang hidup, karena dagingNya tidak akan binasa, sementara mereka yang telah makan roti manna, mereka telah mati. DarahNya telah tercurah, dan dagingNya telah "termakan" oleh penyalibanNya. Dan JC tidak menghapus bekas-bekasnya itu, ini membuktikan bahwa JC adalah roti yang hidup, roti (daging) yang telah kita "makan" dengan iman percaya kita melalui peristiwa penyalibanNya.




Pernahkah kita membayangkan suatu saat JC di sorga sedang memperhatikan lubang di tanganNya dan meraba bilur-bilurNya kembali, mungkin rasa sakit telah hilang sejak perubahan menjadi tubuh kemuliaanNya. Kemudian JC mengarahkan mataNya memandang kita. Dan ketika dilihatNya kita masih saja sedang berkutat dengan dosa, bukan tidak mungkin dosa kita bisa mengakibatkan kembalinya rasa yang lebih teramat perih pada lubang tanganNya dan bilur-bilurNya dibanding saat penyalibanNya.




JC berkata Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna, karena itu hidup dalam roh, hiduplah karena iman percaya kita. Kita tidak perlu membalas kebaikan JC dengan repot-repot meniru-niru melubangi tangan kita dan meniru bilur-bilurNya. Bukankah JC telah memperingatkan kita bahwa dunia akan memusuhi kita karena kita percaya kepadaNya, dan karena itu penderitaan akan menyerang daging kita. Berusahalah untuk tidak menyerah karena daging kita yang lemah, tapi Roh akan tetap membuat kita kuat dan semangat untuk tetap hidup dalam iman percaya kita


| 8:10:00 AM




Monday

Bayar Harga




Rasa keadilan Tuhan menyebabkan Tuhan harus membayar harga penebusan manusia melalui JC, padahal Tuhan cukup menggunakan kuasaNya semata. Ini membuktikan bahwa Tuhan Maha Adil. Meskipun hargaNya melebihi dari segala-galanya, namun Tuhan karena kasihNya rela hanya untuk dibayarkan sebagai penebusan manusia. Tuhan telah memasang harga tertinggi. Bahkan sampai sekarang pun, iblis yang katanya juga ingin merebut manusia, tidak sedikitpun mampu mendekati harga itu, karena iblis tidak mau berkorban sedikitpun untuk manusia.




Bagaimana dengan kita? Dengan mudahnya kita akan berkata seluruh hidup kita akan kita serahkan kepada Kristus! Haleluyah! Tetapi marilah kita pelajari peristiwa Abraham yang diuji oleh Tuhan untuk mengorbankan anaknya Ishak kepada Tuhan. Yang menarik adalah dalam perikop Alkitab tersebut, tidak digambarkannya bagaimana perasaan Abraham ketika menuntun Ishak hingga sampai saat Abraham harus mengayunkan pisau untuk menyembelih Ishak. Mungkin ada baiknya kita mengenali sifat Abraham. Jika kita baca perikop-perikop Alkitab tentang Abraham sebelum peristiwa ini, kita akan menemukan 2 peristiwa yang nyaris sama, yaitu Abraham tidak mengakui istrinya karena takut dibunuh. Abraham pernah dua kali harus berada di daerah asing, yang menurutnya tidak mengenal Tuhan. Karena kecantikan Sara istrinya, maka raja setempat menginginkannya, Abraham pun takut dibunuh jika mengakui itu istrinya. Padahal diantara 2 peristiwa itu, Abraham telah mengalami peristiwa Sodom dan Gomora, sehingga Abraham telah menyaksikan sendiri bagaimana Tuhan menyelamatkan keluarganya. Disini kita bisa mengetahui bagaimana sifat Abraham terutama terhadap kepercayaannya kepada Tuhan. Bisa dibayangkan Tuhan harus repot-repot mendatangi kedua raja yang hampir menyentuh Sara, dan raja2 itupun menjadi ketakutan sendiri dan mengembalikan Sara kepada Abraham.





Mungkin inilah sebabnya Tuhan mau menguji Abraham untuk mengorbankan anaknya Ishak? Abraham percaya kepada Tuhan, tapi Abraham juga pernah tidak menunjukkan kepercayaannya itu. Tuhan harus memastikan hal itu dengan mengujinya. Saya tidak tahu bagaimana perasaan Abraham saat-saat ujian itu, tapi Abraham berhasil menyakinkan Tuhan, Abraham berhasil membayar harga yang pantas buat kepercayaannya kepada Tuhan, sehingga Tuhan percaya dan menyediakan domba sebagai ganti Ishak yang harus dikorbankannya kepadaNya.





Bagaimana perasaan Abraham saat-saat ujian itu tidak akan menjadi penting lagi jika kita sendirilah yang harus berada dalam saat-saat ujian itu! Keadilan Tuhan bekerja secara otomatis dalam hidup kita, sehingga Tuhan tahu harga-harga yang harus kita bayar, terutama dari ucapan rohani kita yang dengan mudahnya keluar dari mulut kita, tetapi seperti Abraham, bukan tidak mungkin kita pernah tidak "menghargai" ucapan rohani kita sendiri. Kita mau menyerahkan hidup kita kepada Kristus, tetapi begitu banyak detik-detik yang terbuang begitu saja tanpa Kristus. Dengan kata lain jika kita tidak bisa memastikan bahwa kita bisa membayar harga, so kenapa kita harus memasang harga yang tinggi sekali? JC pernah berkata bahwa ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu! (Markus 4:24). Mungkin kita berkata bukankah ini iman?! Tetapi iman tanpa perbuatan adalah mati, sama seperti kita bisa "mati" jika kita tidak sanggup membayar harga yang terlalu tinggi bagi kita.





Marilah kita mengevaluasi kegiatan rohani kita seperti kita sering memangkas daun-daun, sehingga Tuhan tahu apakah kita sedang berbuah atau tidak. Entah apa jadinya jika JC menyangka kita sedang berbuah karena rimbunnya daun, sehingga JC merasa tertipu dan dirugikan. Apakah kita sanggup membayar harga yang dituntutNya nanti?





Bersyukurlah selalu dengan keadaan yang tidak menyenangkan bagi kita tapi Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita, dan jika kita melewatinya dengan kesetiaan kita kepada Tuhan, maka bukan tidak mungkin hal ini adalah yang Tuhan ijinkan supaya kita "menyicil" membayar harga yang harus kita bayarkan.


| 7:23:00 PM




Tuesday

The Other Effect




Kita tidak bisa menghindari akibat dari perbuatan Adam dan Hawa yang memakan buah terlarang, sehingga kitapun seperti kena warisan akan dosa itu. Tapi mungkin karena kita memandang peristiwa itu sangat dosa, sehingga kita tidak menghiraukan bahwa ada akibat yang lain dari peristiwa itu. Ketika ular berhasil memperdaya Hawa dan Adam makan buah terlarang itu. Pada saat mereka memakannya, langsung terasa akibatnya yaitu mereka merasa malu karena telanjang. Itulah reaksi awal dari buah terlarang yang kita kenal juga sebagai buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Sama seperti kita menerima dosa warisan, kita juga menerima effect dari buah terlarang itu.




Dikatakan ular adalah binatang paling cerdik diantara binatang yang diciptakan Tuhan. Tapi mengapa menggoda manusia makan buah yang terlarang? Bukankah ular tahu itu buah terlarang? Ataukah ular sebenarnya ingin memakan buah itu sehingga menggoda manusia agar memakannya terlebih dahulu dan melihat reaksinya, sungguh cerdik. Perhatikan perkataan ular yang dipakai untuk menggoda manusia, ular mengatakan bahwa memakan buah itu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat. Sepertinya justru ular yang sangat tergoda untuk memakan buah itu. Tapi sayangnya ular tidak sempat memakannya malah dihukum oleh Tuhan. Sampai sekarang ular tidak pernah merasakan bagaimana rasanya memakan buah pengetahuan itu yang mungkin bisa memuaskan kecerdikannya. Tapi anehnya meskipun manusia sudah makan buah itu, tetap saja masih bisa diperdaya oleh ular (Iblis). Memang kita tahu yang baik dan yang jahat, tapi kita tidak cerdik mengolahnya. Apa gunanya tahu yang baik? Jika kita tidak bisa melakukannya. Apa gunanya tahu yang jahat? Jika kita masih saja melakukannya seperti seolah-olah tidak ada perbedaannya antara yang baik dan yang jahat.




JC berkata kepada murid-muridNya agar cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, karena mereka akan diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala. JC tidak sedang berkata yang muluk-muluk, kita memang seharusnya bisa cerdik seperti ular! Akibat manusia memakan buah terlarang itu tidak hanya dosa, tapi kita jadi mempunyai pengetahuan yang tidak dimiliki ular. Saya tidak sedang berkata bahwa makan buah terlarang itu benar. Tapi itulah kenyataan yang harus kita terima juga. Sehingga tidaklah aneh JC “menuntut” kita agar menjadi cerdik seperti ular.




Namun jangan lupa JC pun berkata tulus seperti merpati. Ular menggunakan kecerdikannya untuk kepentingannya sendiri. Dan kalo mau jujur, kita pun sering “cerdik” menggunakan yang baik untuk kepentingan diri kita sendiri. Merpati adalah perwujudan Roh Kudus. Merpati itu hinggap di pundak JC ketika Bapa menyebutNya sebagai AnakNya yang diutus. Dan jika kita perhatikan apa yang dilakukan JC selama diutus, tak lain hanyalah ketaatan kepada Bapa yang dilakukanNya bukan dengan “kecerdikan” semata tapi juga dengan ketulusan. Satu-satunya kecerdikan yang JC selalu gunakan hanyalah bahwa JC tahu Bapa adalah sumber kekuatanNya, selebihnya adalah ketulusan yang memampukanNya melakukan kehendak Bapa.




Ya kita seperti domba di tengah-tengah serigala. Dunia semakin jahat. Kita mungkin akan merasakan ketidak nyamanan, tersiksa, bahkan terbunuh. Marilah kita cerdik dengan apa yang kita ketahui, yang kita yakini. Kita mampu untuk itu, kita telah makan buah itu, kita tahu sesuatu yang tidak diketahui Iblis, yaitu kita tahu bahwa kita mempunyai Yang Baik
Saya percaya manusia pada saatnya boleh makan buah pengetahuan itu, tapi bukan dengan cara yang tidak baik. Bahkan bukan tidak mungkin, melarang memakan buah itu adalah salah satu tahap sampai manusia bisa memakannya nanti di saat yang tepat. Tapi sayang, kita gagal menangkis kecerdikan ular, dan kita makan buah itu bukan pada saat yang tepat. Sekarang JC telah melengkapi kita dengan ketulusan lewat pengorbananNya di kayu salib, supaya Roh Kudus datang dalam kita sebagai penolong…dan inilah saat yang tepat itu.


| 3:01:00 PM




[stories] [tag] [contact] [archive]